Jejak Luka di Hati

Oleh: Putri Zulkarnaen Harahap


Mentari senja di negeri Kinanah perlahan meredup, meninggalkan langit jingga yang memikat. Di sebuah mesjid bernuansa Fathimiyyah dan Mamlik, seorang gadis bernama Asyhira sedang asyik membaca Muqorror.


Asyhira seorang Mahasiswi Lugoh, memiliki kecintaan yang mendalam kepada bahasa Arab. Saat sedang asyik membaca Muqorror, samar - samar ia mendengar tangisan, dan percakapan yang tak sengaja terdengar.  


“Izzah, Aku mau keluar aja dari rumah itu, Kakak Musyrifahnya jahat” 

Ucap gadis berjilbab abu-abu, sembari terus menangis. Sementara gadis di sebelahnya hanya memeluk erat sambil berusaha menenangkan.


Asyhira memperhatikan Interaksi keduanya. dia terbenam dalam kenangan, isakan tangis gadis itu mengusik ingatan yang terpendam dalam relung hati, suara yang dulu selalu ia keluarkan saat menjalani hari-hari kelamnya. Saat pertama kali ia menginjakkan kaki di Negeri Kinanah. saat Asyhira pertama kali bertemu Sava. Wanita yang menjadi Musyrifahnya, yang menawarkan bimbingan, pelajaran, serta pengalaman yang tak terlupakan.


Asyhira yang terpesona dengan keramahan wanita tersebut, langsung menerima tawarannya. Ia tak menyadari bahwa wanita itu tidaklah tulus, melainkan seorang oknum yang haus akan uang.


Asyhira masih ingat dengan jelas bagaimana tatapan cemoohnya yang merendahkan, bagaimana kata-kata lembutnya yang berhasil mengiris hati, dan bagaimana air mata mengalir deras membasahi pipi Asyhira.


“Aku selalu merasa kecil, rapuh, dan tak berdaya di hadapannya” itu ucapan yang dulu selalu keluar dari bibir Asyhira kepada teman - temannya.


Banyak yang  mengatakan kalau ia bodoh, dan pengecut. Karena tak berani meninggalkan rumah yang tak pantas di sebut sebagai rumah. Jelas sekali, bahwa itu bukan rumah. Di dalamnya penuh dengan cacian, bentakan, dan bantingan pintu. Bukankah rumah adalah tempat pulang dan mengistirahatkan badan dan fikiran?, namun rumahnya malah sebaliknya.


2020 adalah tahun pertamanya di Mesir. Saat itu ia masih tak paham apa pun, interaksinya hanya sebatas teman sefakultasnya. Karena, untuk sekedar berorganisasi saja ia dilarang, sampai untuk mencari rumah baru saja ia tak bisa. Ia benar - benar pengecut.


Semua itu terjadi karena kesalahan yang diciptakan oleh Asyhira sendiri, Sebuah kesalahan yang tak pernah ia maksudkan. Ya, menerima bantuan wanita itu adalah kesalahan besar yang berhasil membuat Asyhira membenci sebagian dirinya sendiri. 


“Harusnya dulu aku meninggalkan rumah itu lebih cepat, mungkin aku tak tertinggal jauh dari teman - teman sebayaku mengenai pengalaman, serta aku bisa mengekspor banyak hal, yang terpenting mentalku akan baik - baik saja” Ucapan penyesalan yang selalu berisik di kepalanya setiap malam.


Asyhira terpuruk dalam kesedihan, rasa bersalah dan penyesalan. Ia merasa terasing, seperti terdampar di pulau sepi tanpa harapan. Dia kehilangan arah, kehilangan semangat, kehilangan segalanya.


“Sabar Sarah, nanti aku bantuin cari rumah kok” Ucap  Izzah, gadis yang menenangkan si gadis yang terisak. Namun, isakan tangis itu belum juga mereda, mengingatkan Asyhira pada hari kelabu itu. Saat Asyhira memeluk erat kenangan pahit yang tak kunjung hilang.


“Aku harus memaafkan diriku di masa lalu, aku juga harus memaafkan semua orang yang membuat ku terluka dan menjadikan semuanya sebagai pelajaran hidup” Ucap Asyhira dalam hatinya.


Asyhira tahu betul, bahwa, masa lalu tak akan pernah bisa di ubah. Namun, ia harus belajar untuk melepaskan, untuk memaafkan dirinya sendiri dan melangkah untuk maju. Ia harus bangkit dari keterpurukan, mencari kembali cahaya di balik awan gelap.


Asyhira menutup Muqorror nya dan memasukkannya ke dalam totebag. perlahan mendekati gadis yang tak berhenti terisak itu, ia tersenyum sembari mengelus punggung tangan gadis tersebut.


“Ustazah kenapa nangis?” Ucap Asyhira seakan tak mendengar percakapan kedua gadis tersebut.


“Ini, Sarah nangis karena Kakak Musyrifah di rumah dia jahat Ustazah,  Igar rumah mereka Rp 1.000.000. Dan harus dibayar rupiah. Mereka makan hanya satu kali sehari, dan lauknya hanya nugget satu biji, padahal dia tinggal di Darrasah, dan itu juga belum mencakup uang jajannya” Jawab Izzah, dengan wajah menahan malu. Mungkin ia merasa bahwa alasan temannya menangis adalah hal sepele.


“Maaf sebelumnya, bukannya ingin ikut campur, nangis aja gapapa kok, itu ga cengeng dan ga memalukan sama sekali, keluarkan semua sesak yang menghimpit dada. Karena yang tau lukanya hanya kita sendiri, orang lain tak akan paham kalau tak merasakan hal yang sama. Yakan? tapi, setelah itu, maafkan kelakuan beliau ya, maafkan diri sendiri juga, ikhlaskan semuanya, mungkin itu cara Tuhan memudahkan urusan mu selama di Kinanah ini, mari terus berprasangka baik kepada ALLAH” Ucap Asyhira sambil memeluk Sarah, sementara Sarah hanya mengangguk, tangisnya mulai mereda.


Setelah percakapan singkat itu, Asyhira beranjak dari mesjid yang bersejarah dan megah itu. Ia melangkahkan kaki di tepi jalan yang penuh dengan suara berisik kendaraan, karena larut dalam kenangan pahit di masa lalu, ia tak sadar bahwa sang rembulan telah menunjukkan cahaya indahnya, malam telah menenggelamkan langit jingga sore itu.


Ia menghirup udara dingin, merasakan kelegaan dalam hati, karena merasa telah bertemu dirinya di masa lalu, dan menasehati dirinya akan kejadiaan yang di luar kendalinya. Ya, saat Asyhira menenangkan Sarah, ia merasa seperti bertemu dengan dirinya di masa lalu.


Asyhira tahu, jalan ke depan masih panjang dan penuh rintangan. Namun, ia akan terus melangkah, dengan tekad yang kuat dan hati yang tegar. Ia akan belajar dari masa lalu, karena pada akhirnya ia juga bersyukur akan kejadian yang menimpanya, ia jadi mampu berpikir lebih dewasa, dan membuatnya lebih ikhlas dalam menjalani kehidupan.  


Cerpen ini menggambarkan awal mula perjalanan Asyhira di Mesir yang di penuhi dengan harapan. Namun, ia kemudian tertipu oleh oknum, yang menjanjikan bimbingan, pelajaran, serta pengalaman yang tak terlupakan. Namun justru menjerumuskannya ke dalam kenangan yang menyakitkan.


Kisah ini menunjukkan sisi gelap dari pelajar, di mana oknum - oknum tak bertanggung jawab dan memanfaatkan kepolosan para pelajar baru untuk kepentingan pribadi.

 

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lonjakan Tak Terduga: Bangkitnya Nilai BO Generasi di LKS, Apa Sebabnya?

Ruwaq Deli: Platfrom akademis unggulan di HMMSU yang berfokus pada pengembangan ilmu alat dan bahasa Arab

Dewan Pengurus HMMSU Mesir Periode XXX Masa Bakti 24/25